Film Dokumentasi Budaya : Mengawal Tradisi "Muludan" Keraton Cirebon
ndonesiaSeni.com, Cirebon – Mauludan tahun ini di Keraton Kasepuhan Cirebon terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Upacara Mauludan yang digelar pada 16 Februari tersebut disertai pembuatan film dokumenter berdurasi 30 menit yang disutradarai Ray Bachtiar Dradjat. Dengan latar belakang desain grafis ITB, ia dikenal sebagai seniman foto multimedia yang mahir berfotomontase selama 23 tahun kiprahnya di dunia fotografi. Selain menjabat sebagai presiden KLJI (Kamera Lubang Jarum Indonesia), ia pun sering menyutradarai video klip hingga film-film dokumenter budaya Indonesia.
Film
yang kini digarapnya berkisah tradisi masyarakat pesisir dan
keraton-Keraton Cirebon dalam mempersiapkan upacara Mauludan/Panjang
Jimat atau upacara memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW yang
dihadiri ribuan orang dari berbagai penjuru kota di Indonesia. Film
dengan garapan apik dan detail yang (mungkin) belum terdeteksi oleh
radar konsumer selama ini. Kualitas pengambilan gambar serta alur cerita
yang natural dan spontanitas tanpa dibuat-buat asli merupakan apa yang
nampak oleh mata telanjang ketika menyaksikan langsung prosesi
mauludan/pelal/panjang jimat. Film ini selain menggugah juga inspiratif,
memang patut mencari rasa baru. Penggemar film umum ataupun independen
bisa mengacungkan sedikitnya satu jempol.
Dalam
film ini unsur budaya dibawakan dengan nuansa realisme, magis, dan
klasik, termasuk pembawaan rasa budaya dan keindahan Indonesia. Pasukan
yang membawa payung keropak, tunggul manik dan damar kurung bersiap di
depan gapura wadasan keraton, bersiap menyambut keluarnya panjang jimat.
Ratusan bahkan ribuan orang berkerumun di Taman Bunderan Dewandaru
terpesona arak-arakan pembawa Nasi Jimat tujuh rupa dengan pengawalan
ketib agung dan kaum mesjid berjubah dan bersorban putih membalut kepala
yang bentuknya tidak melengkung seperti jam pasir yang diapit ketat
pasukan Sentana Wargi pembawa lilin yang bermakna kelahiran Nabi
Muhammad SAW lahir pada malam hari. Sebelum selesai prosesi panjang
jimat dan berhentinya asrakalan pembacaan kitab barjanji dan shalawatan
di Langgar Agung, kerumunan masyarakat yang berjejal di pagar kayu dan
pintu masuk Langgar Agung bersiap memperebutkan sedikit “jimat”.
Kelemahan
film ini – kalaupun penilaian itu harus dihadirkan di sini, demi azas
obyektivitas – adalah pada dukungan Pemkot dan pihak Keraton-keraton di
Cirebon yang teramat miskin untuk bekerjasama membuat upacara Mauludan 4
Keraton Cirebon lebih akbar dan dahsyat. Walaupun tentu beban upacara
yang dahsyat itu, akan sulit tervisualisasi menawan, baik secara
asosiatif maupun imajinatif. Namun, inilah jalan masuk wisata budaya.
Copy from : IndonesiaSeni.com
No comments:
Post a Comment